top of page

Peran Gas Alam dalam Transisi Energi Indonesia: Bahan Bakar Jembatan atau Solusi Jangka Panjang?


ree

Gas alam, terutama LNG (Liquefied Natural Gas), memainkan peran penting dalam transisi energi Indonesia sebagai bahan bakar jembatan antara energi fosil dan energi terbarukan. Dengan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan batu bara dan minyak, gas alam membantu mengurangi dampak perubahan iklim sambil memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Didinginkan hingga suhu ekstrem -162°C untuk mengurangi volumenya hingga 600 kali lipat, LNG memudahkan penyimpanan dan distribusi energi, serta berperan dalam diversifikasi energi dan penyaluran ke daerah terpencil. LNG juga menawarkan pengurangan emisi CO₂ hingga 25%, pengurangan emisi NOₓ hingga 90%, dan tidak menghasilkan emisi sulfur atau partikel berbahaya lainnya. Meskipun LNG merupakan solusi praktis jangka pendek, Indonesia perlu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil untuk mencapai emisi nol bersih dengan meningkatkan penggunaan energi terbarukan seperti angin, matahari, dan hidrogen. Dalam hal ini, gas alam lebih berfungsi sebagai bahan bakar transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. LNG (Liquefied Natural Gas) merujuk pada peraturan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 K/13 / MEM / 2020 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan dan Pengembangan Infrastruktur Gas Alam Cair (LNG), serta Pengalihan Penggunaan Bahan Bakar Minyak dengan Gas Alam Cair (LNG) dalam Penyediaan Listrik. Peraturan ini bertujuan untuk mengatur langkah-langkah strategis dalam mendukung pemanfaatan LNG di sektor pembangkit listrik di Indonesia.


Gas alam memainkan peran yang semakin penting dalam transisi energi, berkat kemudahan transportasi dan penyimpanannya, serta emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil lainnya. Energi bersih ini diprediksi akan tumbuh pesat, terutama di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, yang berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030, dan hingga 41% dengan dukungan internasional. Sektor energi Indonesia juga menargetkan pengurangan emisi CO₂ sebesar 398 juta ton pada tahun 2030, melalui pengembangan energi terbarukan dan penerapan teknologi energi bersih. Gas yang sebelumnya sebagian besar diekspor, kini lebih dari 60% produksi gas Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dalam Rencana Induk Energi Nasional, gas alam diperkirakan akan mencapai 24% dari campuran energi nasional pada tahun 2050. Sektor industri, listrik, dan pupuk merupakan konsumen terbesar gas domestik, dengan kontribusi signifikan dari ekspor LNG dan pipa. Dengan konsumsi gas yang terus meningkat, gas alam memainkan peran krusial dalam mendukung transisi menuju masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

 

ree

Tabel 1. Keseimbangan Energi Indonesia 2022


Faktanya, penggunaan bahan bakar fosil terus menunjukkan tren pertumbuhan yang signifikan. Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), subsidi bahan bakar fosil global mencapai rekor tertinggi sebesar US$7 triliun pada tahun 2022, meningkat 18% dibandingkan tahun sebelumnya. Di Indonesia, produksi gas alam, termasuk LNG dan LPG, pada tahun 2022 tercatat sebesar 364 juta barel setara minyak (BOE), atau sekitar 11,9% dari total produksi energi domestik. Angka ini masih jauh lebih kecil dibandingkan produksi batu bara, yang mencapai 2,3 miliar barel setara minyak, atau 61% dari total produksi energi domestik. LNG, yang merupakan turunan dari gas alam, hanya berkontribusi sebesar 938 ribu barel setara minyak, atau sekitar 0,03% dari total penggunaan energi domestik.


Infrastruktur dan sistem distribusi gas alam cair (LNG) melibatkan serangkaian fasilitas yang memfasilitasi produksi, penyimpanan, dan distribusi LNG dari sumber produksi hingga konsumen akhir. Infrastruktur ini mencakup beberapa komponen kunci:

  1. Fasilitas Pengolahan dan Produksi LNG: Gas alam yang diekstraksi dari sumbernya diolah untuk menghilangkan kontaminan seperti air, karbon dioksida, dan belerang.

  2. Terminal LNG: Terminal LNG adalah fasilitas penting untuk penyimpanan dan pemuatan LNG ke kapal tanker. Di sini, LNG dalam bentuk cair disimpan dalam tangki khusus sebelum dipindahkan ke kapal yang akan mengangkutnya ke lokasi lain. Terminal juga dapat dilengkapi dengan fasilitas regasifikasi, di mana LNG yang tiba dalam bentuk cair dikonversi kembali menjadi gas untuk didistribusikan melalui pipa.

  3. Kapal Pengangkut LNG: Kapal LNG merupakan sarana utama untuk mengangkut LNG antar negara atau wilayah. Kapal-kapal ini dilengkapi dengan tangki penyimpanan kriogenik yang menjaga suhu LNG tetap sangat rendah selama perjalanan.

  4. Fasilitas Regasifikasi: Setelah LNG tiba di tujuan, LNG harus dikonversi kembali menjadi gas alam untuk digunakan. Proses ini terjadi di fasilitas regasifikasi, yang mengonversi LNG kembali menjadi gas dengan pemanasan, dan gas tersebut kemudian didistribusikan melalui pipa.

  5. Pipa: Setelah regasifikasi, gas alam diangkut ke konsumen melalui jaringan pipa gas yang menghubungkan berbagai wilayah, baik untuk industri, pembangkit listrik, maupun konsumen rumah tangga. Infrastruktur pipa ini dapat berada di darat atau di bawah air, tergantung pada lokasi dan kebutuhan.

  6. Stasiun Penyimpanan dan Pengisian LNG: Selain terminal LNG, terdapat juga fasilitas penyimpanan LNG dan stasiun pengisian yang memungkinkan distribusi dalam bentuk cair atau gas ke konsumen dalam jumlah kecil, misalnya untuk kendaraan bertenaga LNG atau industri yang memerlukan pasokan gas terbatas.

Infrastruktur ini memungkinkan LNG menjadi solusi fleksibel untuk distribusi energi, baik di wilayah yang terisolasi dari jaringan pipa gas, maupun di negara-negara yang memerlukan pasokan energi skala besar. Dengan kemajuan teknologi, distribusi LNG semakin efisien, mendukung diversifikasi sumber energi, dan membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang lebih polutif seperti batu bara.


Pemerintah Indonesia menunjukkan sikap positif terhadap penggunaan gas alam sebagai bagian dari transisi energi, mengingat perannya yang lebih bersih dibandingkan batu bara dan minyak. Gas alam dianggap sebagai solusi jangka pendek yang dapat mengurangi emisi karbon selama transisi ke sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Dalam banyak kebijakan, pemerintah mendukung pengembangan infrastruktur gas alam, termasuk fasilitas pengolahan dan distribusi LNG, untuk memastikan pasokan energi yang stabil. Di Indonesia, misalnya, gas alam diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan domestik, dengan lebih dari 60% produksinya dialokasikan untuk pasar domestik. Pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan porsi gas dalam campuran energi nasional, yang ditargetkan mencapai 24% pada tahun 2050. Namun, perhatian juga diberikan pada pengembangan energi terbarukan, dengan harapan gas alam akan berfungsi sebagai jembatan menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan. Dalam jangka panjang, LNG memiliki prospek menjanjikan sebagai solusi transisi menuju energi yang lebih bersih, meskipun perannya akan berubah seiring dengan semakin luasnya penggunaan energi terbarukan. Permintaan LNG diperkirakan akan terus meningkat, terutama di Asia dan Eropa, seiring dengan upaya dekarbonisasi dan penggantian batu bara di pembangkit listrik. Teknologi penyimpanan dan regasifikasi yang semakin canggih memungkinkan LNG menjadi lebih efisien dan terintegrasi dengan sumber energi terbarukan, seperti cadangan saat pembangkit surya atau angin tidak menghasilkan cukup listrik. Meskipun LNG tetap merupakan bahan bakar fosil yang menghasilkan karbon dan menghadapi tantangan seperti fluktuasi harga dan persaingan dengan hidrogen, perannya tetap penting dalam mendukung transisi energi dan mencapai target emisi nol bersih global.


Hidrogen dan LNG memiliki potensi besar sebagai sumber energi masa depan yang dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mendukung transisi ke energi yang lebih bersih. Hidrogen, sebagai bahan bakar yang sangat bersih, hanya menghasilkan uap air saat digunakan tanpa emisi karbon atau polusi udara lainnya, menjadikannya alternatif utama untuk menggantikan bahan bakar fosil di sektor-sektor seperti transportasi, industri, dan pembangkit listrik. Hidrogen dapat diproduksi dari berbagai sumber, termasuk air, biomassa, dan gas alam, serta mudah disimpan dalam bentuk cair atau terkompresi, yang memudahkan distribusi, terutama ke daerah yang tidak terjangkau oleh pipa gas. Di sisi lain, LNG juga memiliki keunggulan sebagai bahan bakar pembangkit listrik dengan emisi karbon yang lebih rendah, mendukung diversifikasi energi dan mengurangi dampak lingkungan. LNG memiliki keandalan pasokan yang tinggi karena dapat disimpan dalam jangka waktu lama dan didistribusikan ke daerah terpencil, menjadikannya solusi praktis untuk kebutuhan energi global. Dengan kemajuan teknologi dan investasi yang lebih besar dalam infrastruktur, baik LNG maupun hidrogen memiliki potensi untuk menggantikan gas alam dan bahan bakar fosil lainnya, mendukung dekarbonisasi energi global dan keberlanjutan.


Penyedia perusahaan:

PT Badak Natural Gas Liquefaction (Badak LNG) adalah perusahaan yang berfokus pada produksi dan pengolahan Liquefied Natural Gas (LNG) di Indonesia. Berkedudukan di Bontang, Kalimantan Timur, Badak LNG beroperasi sebagai salah satu fasilitas LNG terbesar di Asia. Perusahaan ini mengolah gas alam dari blok minyak dan gas di wilayah Indonesia untuk diubah menjadi LNG, yang kemudian didistribusikan ke pasar domestik dan internasional. Perusahaan memiliki 8 unit pengolahan (A - H) yang mampu memproduksi 22,5 Mtpa LNG (juta metrik ton LNG per tahun), dan merupakan salah satu kontributor terbesar devisa bagi Kota Bontang dan Indonesia, dengan asumsi kapasitas rata-rata unit pengolahan di Pabrik Gas Bontang mencapai 400 mmscfd. Seiring dengan perkembangan industri energi global, Badak LNG terus berinovasi untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memastikan keberlanjutan pasokan energi ramah lingkungan. Penggunaan energi total, penggunaan energi gas untuk proses produksi, dan penggunaan energi gas untuk fasilitas pendukung di PT Badak NGL selama periode 2013–2017 dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini:


ree

Tabel 2. Profil Penggunaan dan Efisiensi Energi


ree

Tabel 3. Status emisi udara yang dihasilkan


Dalam mendukung pengembangan LNG di Indonesia, sumber energi utama di pabrik tersebut juga diharapkan berasal dari sumber energi yang lebih bersih, dengan PLN sebagai penyedia listrik bersih dengan kapasitas 160 Mega Volt Ampere (MVA). Direktur Utama PT PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan bahwa PLN siap untuk terus berkolaborasi dalam penyediaan listrik untuk bisnis. Dari 15 pabrik yang direncanakan untuk memasok sistem Kalimantan Timur, 11 di antaranya adalah pabrik berbasis energi terbarukan. Tentu saja, penggunaan energi terbarukan sejalan dengan kampanye pemerintah untuk mengurangi emisi karbon menuju nol emisi bersih (NZE) pada tahun 2060. Rencananya, PLN akan melakukan penyambungan listrik secara bertahap untuk PT Badak LNG. Pada Fase 1, PLN akan memasok 5 Megawatt (MW) pada tahun 2024. Kemudian, pada Fase 2, PLN akan memasok 160 MW pada tahun 2028, sama seperti perlakuan pada pertemuan puncak sebelumnya. Berdasarkan informasi yang tersedia, proyek tersebut mungkin telah mulai beroperasi, tetapi belum sepenuhnya beroperasi, terutama untuk pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. PLN menargetkan Fase 2 pada tahun 2028, artinya sebagian besar pembangkit listrik berbasis energi terbarukan baru akan mulai beroperasi sekitar waktu tersebut. Hingga saat ini, proyek KTT mungkin baru mencapai tahap perencanaan lanjutan atau implementasi awal untuk beberapa pembangkit.


Berdasarkan data PT Badak NGL, pabrik pengolahan gas Bontang saat ini memiliki total 3 unit yang dapat memproses gas. Dua di antaranya adalah Unit G dan Unit H dengan kapasitas rata-rata 400 mmscfd. Sementara itu, unit lainnya, Unit E, direncanakan sebagai unit yang siap beroperasi jika ada tambahan gas baku yang diproduksi di Pabrik Gas Bontang di wilayah Kalimantan Timur. Mengasumsikan kapasitas rata-rata unit di Pabrik Gas Bontang mencapai 400 mmscfd. Jika keempat unit beroperasi penuh, kapasitas total pabrik akan mencapai 1.600 mmscfd. Saat ini, kapasitas total Pabrik Gas Bontang adalah 800 mmscfd, terdiri dari dua unit yang aktif. Namun, kedua unit tersebut belum memaksimalkan kapasitas produksinya karena pasokan gas yang masuk ke pabrik terbatas. Kapasitas total saat ini adalah 800 (mmscfd), tetapi hanya 600 (mmscfd) yang digunakan.

 
 
 

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
bottom of page