Mengubah Sampah Menjadi Energi: Bagaimana SBI Memimpin Industri Semen Indonesia Menuju Masa Depan Rendah Karbon
- Geni Buana Nusantara
- 17 Mar
- 5 menit membaca

Pada minggu kedua Februari, tim Geni berkesempatan mengunjungi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Cilacap, yang dioperasikan bersama oleh Solusi Bangun Indonesia, untuk menyaksikan secara langsung proses produksi Bahan Bakar Turunan dari Sampah (Refuse Derived Fuel/RDF). Dari gundukan sampah hingga menjadi bahan bakar alternatif, kunjungan ini memberikan wawasan berharga tentang inovasi pengelolaan sampah di Indonesia. Kami tidak hanya mengamati teknologi yang digunakan, tetapi juga mengeksplorasi tantangan dan potensi pengembangan RDF dalam mendukung transisi energi dan dekarbonisasi industri. Proyek RDF di Cilacap berawal dari inisiatif Pemerintah Kabupaten Cilacap yang bertujuan mengatasi permasalahan sampah perkotaan sekaligus mendukung upaya dekarbonisasi industri. Dengan meningkatnya volume sampah dan terbatasnya lahan tempat pembuangan akhir, pemerintah daerah mencari solusi pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan. Populasi Indonesia diproyeksikan mencapai 319 juta jiwa pada 2045, yang akan memperberat tantangan pengelolaan sampah, terutama di kota-kota besar. Saat ini, tempat pembuangan akhir (TPA) masih menjadi metode pembuangan sampah yang dominan, yang memerlukan lahan luas dan investasi besar. Selain itu, TPA menimbulkan risiko lingkungan, seperti pencemaran air tanah akibat lindi dan polusi udara dari bau tidak sedap, sehingga sering menghadapi penolakan publik.
Fasilitas RDF TPST Cilacap menawarkan solusi pengelolaan sampah yang inovatif dengan mengubah sampah menjadi bahan bakar alternatif melalui proses pencacahan dan pengeringan. Tujuan utama inisiatif TPST RDF meliputi pengurangan ketergantungan pada TPA, perbaikan kualitas lingkungan, dan produksi alternatif pengganti batu bara yang ramah lingkungan. Fasilitas yang terletak di Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap, mencakup area seluas tiga hektare dan beroperasi berdasarkan kolaborasi multi pemangku kepentingan:
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR): Menyediakan infrastruktur bangunan utama. Rp27 miliar untuk infrastruktur dan fasilitas pendukung.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK): Menyalurkan mesin dan peralatan listrik melalui hibah dari pemerintah Denmark. Rp44 miliar berupa hibah peralatan mekanik dan listrik.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah: Menyediakan fasilitas pendukung. Rp10 miliar dalam bentuk dukungan keuangan.
Pemerintah Kabupaten Cilacap: Mengalokasikan lahan dan akses jalan. Rp3 miliar untuk lahan dan infrastruktur pendukung.
SBI bertindak sebagai pihak pembeli (offtaker), membeli RDF untuk kebutuhan produksi semen, sehingga berkontribusi pada pengelolaan sampah dan upaya transisi energi. Pada 2023, SBI memanfaatkan 1,66 juta ton sampah sebagai bahan bakar alternatif, dengan operasi fasilitas RDF berkembang untuk memproses hingga 160 ton per hari. SBI dan Semen Indonesia Group (SIG) juga telah membangun kemitraan RDF dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Temanggung, Sleman, dan banyak kabupaten lainnya untuk memperluas inisiatif RDF mereka.
Dengan kapasitas pengolahan sampah 120 ton per hari, fasilitas RDF TPST telah berhasil menjalani uji coba dan memenuhi standar industri. Fasilitas ini menghasilkan sekitar 30-40 ton RDF per hari, menurunkan kadar air dari 57,6% menjadi 22,75% dalam 21 hari, dengan nilai kalor sebesar 3.300 kcal/kg. Alur proses pengolahan RDF meliputi:
Penimbangan dan Penerimaan: Sampah ditimbang di jembatan timbang sebelum dimasukkan ke area penerimaan.
Pemilahan: Sampah dipisahkan menjadi komponen organik dan anorganik.
Pretreatment: Sampah dicacah dengan kapasitas 40 ton/jam (800 ton/hari).
Bio Drying: Bahan cacahan dikeringkan menggunakan teknologi bio drying dalam sembilan bay, masing-masing berkapasitas 500 ton, sehingga kadar air turun di bawah 25% selama periode 21 hari.
Penyaringan dan Penyimpanan: RDF yang telah dikeringkan disaring menjadi tiga fraksi: bahan inert (<20 mm), produk RDF (20-50 mm), dan hasil tolak berukuran besar (>50 mm) yang diproses lebih lanjut atau digunakan sebagai penutup TPA.
RDF dalam Dekarbonisasi Industri
Fasilitas RDF Cilacap merupakan proyek percontohan nasional dalam teknologi konversi sampah menjadi bahan bakar. International Energy Agency (IEA) melaporkan bahwa sektor semen dan beton menyumbang sekitar 7% emisi CO2 global, terutama dari produksi klinker yang memerlukan suhu tinggi dan pembakaran bahan bakar fosil. PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Cilacap dalam pengelolaan sampah melalui fasilitas TPST RDF. Dalam kemitraan ini, pemerintah daerah memasok 120 ton sampah setiap hari, yang diolah menjadi 40-50 ton RDF untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif di kiln semen milik SBI. Inisiatif ini tidak hanya mengurangi ketergantungan SBI pada bahan bakar fosil tetapi juga menurunkan emisi CO2 dari produksi semen. Selain itu, inisiatif ini mendukung pengelolaan sampah yang berkelanjutan dengan mengurangi ketergantungan pada TPA dan mengoptimalkan sampah sebagai sumber energi alternatif.
Pengolahan RDF dan Manfaat Lingkungan
Proses produksi RDF mengikuti tahapan utama untuk memastikan keluaran bahan bakar berkualitas:
Pengumpulan dan Pasokan Sampah: Berasal dari rumah tangga, pasar, dan industri, yang diangkut ke TPST RDF.
Pemilahan Awal: Bahan daur ulang dipisahkan dari bahan organik dan anorganik.
Pencacahan dan Pengeringan: Sampah dicacah dan dikeringkan untuk meningkatkan nilai kalor.
Penyaringan dan Pemurnian: Kontaminan dan bahan tidak mudah terbakar dihilangkan.
Pembentukan RDF: Sampah yang telah diproses diubah menjadi bentuk serbuk, pelet, atau briket.
Penyimpanan dan Distribusi: RDF disimpan sebelum dikirim ke pabrik semen untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
Penggunaan RDF menawarkan beberapa keuntungan lingkungan, termasuk pengurangan emisi CO2 sebesar 15%, yaitu sekitar 582 kg CO2 per ton ekuivalen semen. Dengan mengalihkan sampah dari TPA dan memanfaatkannya sebagai sumber energi, RDF berkontribusi pada efisiensi pengelolaan sampah dan keberlanjutan energi. Target nasional adalah memanfaatkan 1,5 juta ton sampah setiap tahun sebagai bahan bakar alternatif, yang akan semakin meningkatkan efisiensi sumber daya. Namun, diperlukan data tambahan untuk mengkuantifikasi pengurangan emisi spesifik dari pemanfaatan RDF.
Tantangan dan Peluang Pengembangan RDF
Meskipun memiliki manfaat, implementasi RDF menghadapi tantangan, antara lain ketidakjelasan regulasi, kualitas pasokan sampah yang tidak konsisten, dan keberlanjutan proyek jangka panjang. Ketiadaan standar kualitas RDF yang jelas dan keterbatasan insentif bagi industri yang mengadopsi bahan bakar alternatif menghambat adopsi yang lebih luas. Selain itu, mempertahankan pasokan sampah yang stabil dengan komposisi yang tepat tetap menjadi tantangan akibat ketidakefisienan sistem pengelolaan sampah lokal.
Untuk mengatasi tantangan ini, upaya sedang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi RDF, mengoptimalkan teknologi pengolahan, dan memperluas fasilitas RDF di berbagai wilayah. Peluang ekspansi ada di daerah dengan volume sampah tinggi dan permintaan energi industri yang signifikan. Implementasi yang berhasil membutuhkan kemitraan kuat antara sektor swasta dan pemerintah serta keterlibatan masyarakat dalam praktik pengelolaan sampah yang efektif.
Perluasan Pemanfaatan RDF di Indonesia
Beberapa wilayah di luar Cilacap mulai mengadopsi teknologi RDF. Jakarta, misalnya, mengoperasikan fasilitas RDF di Lokasi TPST Bantargebang. Fasilitas ini memproses 1.000 ton sampah lama dan 1.000 ton sampah baru setiap hari, menghasilkan sekitar 700-750 ton RDF per hari. Fasilitas RDF Bantargebang mengikuti langkah pemrosesan serupa, termasuk pemilahan sampah, pencacahan, pengeringan, dan konversi menjadi bahan bakar, dengan keluaran digunakan di kiln semen sebagai pengganti batu bara.
Inisiatif RDF Bantargebang merupakan kolaborasi antara Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, PT Solusi Bangun Indonesia, dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, yang menunjukkan model kemitraan publik-swasta yang berhasil. Dengan mengurangi sampah ke TPA dan menyediakan sumber energi yang berkelanjutan bagi industri, RDF muncul sebagai elemen penting dalam ekonomi sirkular dan strategi transisi energi Indonesia. Ekspansi di masa depan dan insentif pemerintah akan menjadi kunci untuk mempercepat adopsi RDF secara nasional, serta menjamin keberlanjutan jangka panjang dan manfaat lingkungan.




Komentar